Suling Emas Jilid 2

Peristiwa pembunuhan di dalam rumah penginapan itu membangkitkan jiwa satrianya.

Ia mendengar keterangan sana-sini dan tahu bahwa tujuh orang pemuda itu adalah calon-calon pengikut sayembara untuk meminang puteri Beng-kauwcu. Mendengar pula betapa pemuda-pemuda itu sudah kegilaan akan Nona Liu Lu Sian, dara rupawan yang pada pagi hari kemarin lewat didepan rumah penginapan.

Karena ini, diam-diam KweeSeng menghubungkan semua itu dengan pembunuhan. Agaknya karena mereka itu tergila-gila kepada Liu Lu Sian maka malam ini menjadi korban pembunuhan keji. Entah apa yang menjadi dasar pembunuhan , entah cemburu atau bagaimana. Namun yang pasti, untuk mencari pembunuhnya ia harus datang menjadi tamu Beng-Kauw !

Inilah yang membuat Kwee Seng terpaksa menunda perantauannya dan bersama dengan para tamu lainnya , ia pun melangkahkan kaki menuju ke gedung keluarga Pat-jiu Sin-ong.

Rumah gedung keluarga Liu dihias meriah. Pekarangan yang amat luas itu telah diatur menjadi ruangan tamu, dibagian tengah agak mendalam yang letaknya lebih tinggi rauangan depan, kini dipergunakan untuk tempat rumah dan para tamu yang terhormat atau para tamu kehormatan.

Ruangan ini disambung dengan sebuah panggung setinggi satu meter yang cukup luas dan panggung ini diperuntukkan untuk mereka yang hendak bicara mengadakan sambutan, juga dibentuk semacam panggung tempat main silat.

Panggung semacam ini memang lajim diadakan setiap kali ada ahli silat mengadakan sesuatu, karena perayaan diantara ahli silat tanpa pertunjukan silat akan merupakan hal yang janggal dan mentertawakan.

Pat-jiu Sin-ong Liu Gan belum tampak di luar. Para tamu disambut oleh tiga orang sute (adik seperguruan), yaitu pertama adalah Liu Mo adik kandungnya sendiri, Liu Mo berusia empat puluh tahun lebih, sikapnya tenang dan pendiam, sinar matanya membayangkan watak yang serius (sungguh-sungguh) dan berwibawa.

Biarpun Liu Mo memiliki kepandaian yang cukup tinggi dan merupakan orang ke dua dalam Beng-kauw, namun ia tetap sederhana dan tidak mempunyai julukan apa-apa. Di dalam Beng-kauw, ia merupakan pembantu yang amat berharga dari kakak kandungnya dan boleh boleh dikatakan untuk segala urusan dalam, Liu Mo inilah yang sering mewakili kakaknya.

Orang ke dua adalah Ma Thai kun. Orangnya tinggi kurus, wajahnya selalu keruh dan biarpun usianya baru tiga puluh enam tahun, namun ia memelihara jenggot dan kelihatan lebih tua. Ia terkenal pemarah dan wataknya keras, kepandaianya juga tinggi dan ilmu silatnya tangan kosong amat hebat.

Segala macam pukulan dipelajarinya dan kedua tangannya mengandung tenaga dalam yang amat dahsyat. Berbeda dengan Liu Mo yang sabar dan berwibawa, orang ke tiga dari Beng-kauw ini menyambut tamu dengan wajah gelap dan tak pernah tersenyum, juga ia memandang rendah kepada para tamunya.

Orang ke tiga dari para wakil Ketua Beng-Kauw ini usianya hampir tiga puluh tahun, akan tetapi wajahnya terang dan kelihatan masih muda. Dandanannya sederhana sekali, bahkan lucu karena ia menggunakan sebuah caping (topi berujung runcing) seperti dipakai para petani atau penggembala.

Di punggungnya terselip sebatang cambuk yang biasa dipergunakan para penggembala mengatur binatang gembalaannya! Memang murid termuda ini seorang yang ahli dalam soal pertanian dan peternakan. Wajahnya terang dan ia menerima para tamu dengan sikap hormat sekali.

Inilah Kauw Bian seorang pemuda desa yang menjadi sute termuda dari Pat-jiu Sin-ong Liu Gan. Biarpun sikapnya sederhana dan seperti seorang desa, akan tetapi jangan dipandang rendah kepandaiannya dan pecut itu sama sekali bukanlah pecut biasa melainkan senjatanya yang ampuh!

Sebagaimana lazimnya para tokoh besar, mereka ini selalu menahan "harga diri", tidak sembarangan orang dapat menjumpai dan dalam menyambut tamu, biasanya diwakilkan dan kalau perlu barulah ia sendiri muncul menemui tamunya.

Demikian pula Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, ia pun menahan harga dirinya dan seluruh para tamu sudah berkumpul semua dan tidak ada lagi yang datang baru tokoh besar ini muncul di ruangan tuan rumah. Para tamu segera bangkit berdiri memandang ke arah tuan rumah dengan kagum.

Memang patut sekali Liu Gan menjadi seorang tokoh yang terkenal lebih tinggi daripada perawakan seorang laki-laki biasa. Kekar dan berdiri tegak, dadanya lebar membusung, pakaiannya indah, pandang matanya berwibawa. Kepalanya tertutup topi bulu yang terhias bulu burung rajawali.

Ketua Beng-Kau ini keluar sambil tersenyum-senyum dan menjura ke arah para tamu lalu duduk. Para tamu juga lalu duduk kembali, akan tetapi semua mata tetap terbelalak lebar memandang gadis yang keluar bersama, Pat-jiu Sin-Ong.

Itulah dia, gadis yang kini menarik semua pandang mata bagaikan besi sembrani menarik logam. Liu Lu Sian, dara jelita yang pada saat itu mengenakan pakaian sutera putih terhias benang emas dan renda-renda, merah muda. Cantik jelita bagaikan dewi khayangan!

Para muda melongo, ada yang menelan ludah, ada yang lupa mengatupkan mulutnya, bahkan ada yang menggosok-gosok mata karena merasa dalam mimpi! Namun orang yang menjadikan para muda terpesona itu tetap duduk dengan tegak dan senyum manisnya tak pernah meninggalkan bibir. Tapi banyak pula yang memandang dengan hati ngeri.

Mereka semua, tua muda, sudah mendengar belaka tentang peristiwa hebat di dalam rumah penginapan, dimana tujuh orang pendekar muda yang tergila-gila kepada gadis ini terbunuh secara aneh.

Para tamu yang duduk di ruangan kehormatan mulai bergerak menghampiri Pat-jiu Sin-ong menghaturkan selamat, diikuti tamu-tamu lain. Pat-jiu Sin-ong menyambut pemberian selamat itu sambil tertawa-tawa dan tidak berdiri dari bangkunya, sikap yang jelas memperlihatkan keangkuhannya.

Setelah para tamu memberi selamat, dan mereka kembali ke tempat masing-masing, tiba-tiba Pat-jiu sin-ong berdiri dari bangkunya memandang ke luar dan berseru keras. "Aha, saudara muda Kwee Seng ! Kau datang juga hendak memberi selamat kepadaku? Bagus! Menggembirakan sekali. Mari ke sini, kau mau duduk bersamaku!"

Tentu saja semua tamu menoleh ke arah luar untuk melihat tamu agung manakah yang begitu menggembirakan Pat-jiu Sin-ong sehingga tokoh ini sampai berdiri dan berseru menyambut segembira itu? Mereka mengira bahwa yang datang tentulah seorang tokoh besar di dunia kang-ouw.

Akan tetapi alangkah heran hati mereka ketika melihat seorang pemuda berpakaian sastrawan yang melangkah masuk ke ruangan itu dengan langkah lambat dan sikap lemah-lembut. Seorang pelajar lemah seperti ini bagaimana bisa mendapatkan perhatian begitu besar dari Pat-jiu Sin-ong yang terkenal angkuh dan tidak memandang mata kepada tokoh-tokoh kang-ouw yang hadir di situ?

Pemuda itu bukan lain adalah Kwee Seng. Memang jarang ada orang kang-ouw mengenalnya, tetapi di antara sedikit tokoh besar dunia kang-ouw yang tahu akan kehebatan orang muda ia adalah Pat-jiu Sin-ong, karena Ketua Beng-kauw ini pernah bertemu dengan Kwee Seng ketika dia mengunjungi Ketua Siauw-lim-pai, Kian Hi Hosiang yang sakti, memperlakukan pemuda ini sebagai seorang tamu agung pula!

Inilah sebabnya maka Ketua Beng-kauw mengenal Kwee Seng dan biarpun belum membuktikan sendiri kehebatan pemuda ini, ia sudah dapat menduga bahwa pemuda yang di sambut demikian hormatnya oleh Ketua Siauw-lim-pai, yang malah dijuluki Kim-mo-eng, tentulah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.

Dengan tenang dan tersenyum ramah Kwee Seng menghampiri tuan rumah menjura dengan hormat sambil berkata, "Liu-enghiong (Orang Gagah She Liu), maafkan saya datang menggangu secawan dua cawan arak. Terus terang saja, kebetulan lewat dan mendengar tentang keramaian di sini dan ingin menonton. Akan tetapi sama sekali bukan untuk memberi selamat. Makin tinggi kedudukan makin banyak keruwetan dan makin besar kemuliaan makin besar pula kejengkelan, apa perlunya diberi selamat?"

"Ha-ha-ha-ha! Kata-katamu ini memang cocok bagi orang yang mengejar kedudukan dan memperebutkan kemuliaan, yang tentu saja hanya akan menemui kejengkelan dan memperbanyak permusuhan. Akan tetapi aku menjadi koksu (guru negara) untuk membimbing pemerintahan negaraku yang dipimpin oleh keluargaku sendiri."

"Ini namanya panggilan negara dan bangsa, kewajiban seorang gagah. Akupun tidak butuh pemberian selamat yang semua palsu belaka, basa-basi palsu, berpura-pura untuk mengambil hati. Ha-ha-ha! Lebih baik yang jujur seperti kau ini, Kwee-hiante. Mari duduk!"

Dengan gembira tuan rumah menggandeng tangan Kwee Seng, diajak duduk semeja dan segera Liu Gan memerintahkan pelayan mengambil arak terbaik dari cawan perak untuk Kwee Seng.

"Liu-enghiong, aku mendengar pula bahwa kau hendak mencari mantu dalam perayaan ini..."

"Ah, anakku yang ingin mencari jodoh. He, Lu Sian, perkenalkan ini sahabat baikku, Kwee Seng!" Ketua Beng-kauw itu dengan bebas berteriak kepada puterinya. Liu Lu Sian sejak tadi memang memperhatikan Kwee Seng yang disambut secara istimewa oleh ayahnya.

Biarpun pemuda ini gerak-geriknya halus seperti orang lemah, namun melihat sinar matanya, Lu Sian dapat menduga bahwa Kwee Seng adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi.

Mendengar seruan ayahnya ia lalu bangkit berdiri lalu menghampiri Kwee Seng sambil merangkapkan kedua tangannya. "Kwee-kongcu (Tuan Muda Kwee), terimalah hormatku!" katanya dengan suara merdu dan bebas, gerak-geriknya manis sama sekali tidak malu-malu atau kikuk seperti sikap gadis biasa.

Kwee Seng sejak tadi hanya memperhatikan Liu Gan saja maka tidak tahu bahwa di ruangan itu terdapat gadis puteri Liu Gan yang kecantikannya telah banyak pemuda tergila-gila, bahkan agaknya yang telah menjadi sebab daripada akibat mengerikan di rumah penginapan malam kemarin.

Mendengar suara merdu ini ia menengok dan... pemuda itu berdiri terpesona, sejenak ia tidak dapat berkata-kata, bahkan seakan-akan dalam keadaan tertotok jalan darah di seluruh tubuhnya, tak dapat bergerak seperti patung batu! Belum pernah selama hidupnya ia terpesona oleh kejelitaan seorang wanita seperti saat itu. Mata itu!

Bening bersih gilang-gemilang tiada ubahnya sepasang bintang kerling tajam menggores jantung kedip mesra membuat bingung. Bulu mata lentik berseri bagai rumput panjang di pagi hari sepasang alis hitam kecil melengkung menggeliat-geliat malas kedua ujung!

"Kwee-kongcu..." kata pula Liu Sian melihat pemuda itu diam saja seperti patung, dalam hatinya geli bukan main.

"A... oh..., Liu-siocia (Nona Liu), tidak patut saya menerima penghormatan ini...!" jawabnya gagap sambil cepat-cepat mengangkat kedua tangannya ke depan dada. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia merasa betapa angin pukulan menyambar dari arah kedua tangan gadis yang dirangkap di depan dada itu.

Angin pukulan yang mengandung hawa panas dan yang tentu akan cukup membuat ia terjungkal dan terluka hebat. Alangkah kecewanya hati Kwee Seng! Dara juwita ini, yang dalam sedetik telah membuat perasaannya morat-marit, yang kecantikannya memenuhi semua seleranya, menguasai seluruh cintanya, ternyata memiliki watak yang liar dan ganas!

Sekilas teringat lagi ia akan pembunuhan tujuh orang pemuda tak berdosa dan seketika itu Kwee Seng merasa jantungnya sakit. Ia masih terpesona, masih kagum bukan main melihat dara jelita ini, namun kekaguman yang bercampur kekecewaan. Maka ia pun cepat mengarahkan tenaga ke arah ke dua tangannya yang membalas penghormatan.

"Aiiihhh...! Mengapa Kwee-kongcu demikian sungkan? Penghormatan kami sudah selayaknya!" kata Liu Lu Sian yng berseru untuk menutupi kekagetannya ketika angin pukulan yang keluar dari pengerahan sin-kang di kedua tangannya membalik seperti angin meniup benteng baja.

Gadis ini sambil tersenyum manis menyambar guci arak pilihan dari tangan pelayan bersama sebuah cawan perak, lalu menuangkan arak ke dalam cawan itu. Cawan sudah penuh, terlampau penuh akan tetapi anehnya, arak di dalam cawan tidak luber, tidak membanjir keluar. Permukaan arak melengkung ke atas berbentuk telur.

Dengan tangan kanan memegang cawan yang terisi arak itu Liu Lu Sian berkata, "Kehadiran Kwee-kongcu merupakan kehormatan besar, harap sudi menerima arak sebagai tanda terima kasih kami."

Kembali Kwee Seng tertegun. Dara juwita ini tidak saja cantik seperti bidadari, akan tetapi juga memiliki kepandaian hebat. Sin-kang yang diperlihatkan kali ini lebih halus, sehingga bagi orang biasa tentu merupakan perbuatan yang tak masuk akal, seperti sihir.

Akan tetapi makin kecewalah hati Kwee Seng karena ia menganggap bahwa gadis ini terlalu binal dan suka membuat malu orang lain. Kalau yang menerima arak sepenuh itu tidak memiliki sin-kang yang tinggi, apakah tidak akan mendatangkan malu karena araknya pasti akan tumpah semua begitu gadis ini melepaskan pegangannya?

"Siocia terlampau sungkan. Terlalu besar kehormatan ini bagi saya..." Kwee Seng menerima cawan sambil mengerahkan tenaganya sehingga ketika Lu Sian melepas cawan itu, arak yang terlalu penuh tetap melengkung di atas cawan tidak tumpah sedikitpun juga.

Akan tetapi jantung Kwee Seng berdegup keras karena ketika ia menerima cawan tadi jari tangannya bersentuhan dengan kulit tangan yang halus sekali, sementara itu, hidungnya mencium bau harum semerbak yang luar biasa, bau harum bermacam bunga yang baru sekarang ia menciumnya karena tadi ia terlampau terpesona oleh kecantikan Lu Sian.

Ia tadi sudah berhati-hati sekali, sebagai seorang yang sopan, agar jari tangannya tidak menyentuh jari gadis itu, akan tetapi toh bersentuhan, maka ia tahu bahwa gadis itulah yang sengaja menyentuhkan tangannya!

Berbarengan dengan datangnya degup jantung mengeras dan ganda harum yang memabokkan otak, timbul hasrat hati Kwee Seng untuk memamerkan kepandaiannya pula di depan gadis jelita yang berlagak ini.

Ia segera menuangkan arak ke dalam mulutnya, mengangkat cawan tinggi ke atas mulut dan menuangkannya. Akan tetapi, sampai cawan itu membalik, araknya tetap tidak mau tumpah ke dalam mulut ! Arak itu seakan-akan sudah membeku di dalam cawan!

“Ah, maaf... maaf... saya memang tidak bisa minum arak baik!" kata Kwee Seng sambil menurunkan lagi cawannya. Tiba-tiba ia membuka sedikit mulutnya dan dari cawan yang sudah berdiri lagi itu tiba-tiba meluncur arak seperti pancuran kecil menuju ke atas dan langsung memasuki cawan itu menjadi kering!

"Wah, kehadiran Kwee-kongcu benar-benar menggembirakan. Kalau tadi secawan arak untuk penghormatan kami, sekarang kuharap kongcu sudi menerima secawan lagi, khusus dariku!" kata pula Lu Sian sambil menuangkan lagi arak ke dalam cawan kosong, kali ini lebih penuh daripada tadi, lalu memberikannya kepada Kwee Seng.

Seketika terbelalak mata Kwee Seng kedua pipinya menjadi merah dan sinar matanya berkilat. Lenyap seketika pesona yang menguasai dirinya. Gadis ini benar-benar terlalu liar, aneh, dan ganas! Ia melihat betapa tadi dari tangan gadis itu berkelebat sinar putih memasuki cawan dan sebagai seorang pendekar sakti, ia maklum apa artinya itu.

Arak kali ini dicampuri semacam obat bubuk yang biarpun sedikit sekali, namun ia dapat menduga tentu amat hebat akibatnya kalau terminum olehnya. Ia tahu bahwa gadis ini tidak sengaja mencelakakannya, hanya untuk menguji, akan tetapi cara ujian yang amat berbahaya!

"Nona terlalu menghormat ...!" jawabnya dan ia menerima cawan itu. Begitu cawan diterimanya, ia berseru, "Ah, nona terlalu banyak mengisi araknya...!" dan tiba-tiba, biarpun cawan itu dipegangnya lurus-lurus, isi cawan berhamburan keluar dan tumpah semua sampai habis. Anehnya, tangan Kwee Seng yang memegang sawan sama sekali tidak basah karena ara itu tumpahnya "melayang" ke depan dan sebaliknya malah membasahi sebagian celana dan sepatu si jelita!

"Ah, maaf.. maaf..!" kata Kwee Seng sambil menjura penuh hormat.

"Kwee-kongcu terlalu merendah ...!" Sepasang pipi Lu Sian menjadi merah sekali dan kilatan matanya membayangkan kemarahan ketika ia menjura dan mengundurkan diri kembali ke bangkunya sambil mengusap noda arak dengan sapu tangannya.

Peristiwa aneh ini hanya disaksikan oleh beberapa orang tamu kehormatan yang duduk berdekatan, akan tetapi para tamu yang jauh tidak melihat jelas, dan hanya mengira bahwa pemuda pelajar itu amat canggung sehingga menumpahkan arak yang disuguhkan orang kepadanya. Namun, banyak yang merasa iri hati melihat betapa Si Bidadari sampai dua kali memberi suguhan arak kepada pemuda lemah itu.

"Ha-ha-ha, lama tak jumpa, kau makin hebat, Kwee-hiante! Mari, mari kita minum sampai mabok!"

Sambil merangkul pundak Kwee Seng, Pat-jiu Sin-ong mengajak pemuda itu menghadapi meja penuh hidangan. "Liu-enghiong tentu maklum bahwa aku tidak biasa minum arak lebih dari tiga cawan," bantah Kwee Seng.

"Ha-ha-ha!" Ocehan burung yang tak patut didengar! Aku percaya, biarpun habis tiga guci, orang macam kau mana bisa mabok ? Ha-ha-ha marilah, tak usah sungkan. Kita orang sendiri!"

Karena sikap tuan rumah ini setulus hatinya, Kwee Seng terpaksa melayani. Ia maklum betapa suara tuan rumah yang keras ini terdengar semua orang dan ia sudah melihat sinar mata iri dilempar orang, terutama kaum mudanya, ke arahnya. Ia memang tidak suka minum arak terlalu banyak, akan tetapi kali ini hatinya sedang rusak dan kacau.

Harus ia akui bahwa ia tertarik oleh kecantikan Liu Lu Sian yang luar biasa, dan ia tahu bahwa hatinya sudah siap mengaku cinta. Seorang dewa sekalipun akan jatuh hati berhadapan dengan Lu Sian! Akan tetapi disamping perasaan yang baru kali ini ia rasakan selama hidupnya, terselip rasa nyeri yang membuat hatinya perih, yaitu kenyataan bahwa gadis yang menjatuhkan hatinya ini memiliki watak yang liar dan ganas, sama sekali berlawanan dengan pendiriannya.

Karena perasaan yang bertentangan antara perasaan cinta dan benci inilah maka Kwee Seng menjadi seperti orang nekat dan ia menerima terus setiap kali Pat-jiu Sin-ong menyuguhkan arak. Sebentar saja ia sudah minum arak tua belasan cawan banyaknya!


"Lu Sian, hayo kau gembirakan hati para tamu kita dengan tarian pedang!" tiba-tiba Pat-jiu Sin-ong berseru memerintah puterinya sambil tertawa-tawa karena tokoh inipun sudah terpengaruh hawa arak.

Lu Sian tersenyum mengangguk, lalu bangkit berdiri dan dengan lenggang yang dapat mengayun hati para muda yang memandangnya, gadis ini ini berjalan menuju ke tengah panggung terbuka. Tepuk tangan riuh gemuruh menyambutnya. Lu Sian menjura dengan hormat sambil berseru, suaranya merdu nyaring mengatasi keriuhan tepuk tangan itu.

"Permainanku masih amat dangkal, harap cu-wi jangan metertawakan!" Setelah berkata demikian, Lu Sian menggerakan tangannya dan .... dalam pandangan mereka yang ilmu silatnya kurang tinggi, gadis itu tiba-tiba lenyap dan berubah menjadi bayangan yang berkelebatan kesana kemari dibungkus sinar putih berkilauan bergulung-gulung dan berkilat-kilat.

Dari sana-sini terdengar seruan kagum, yang muda-muda kagum akan keindahan ilmu silat pedang yang benar-benar merupakan tarian luar biasa itu, adapun golongan tua kagum karena mereka melihat di dalam gerakan yang indah ini tersembunyi kekuatan yang dahsyat, setiap kelebatan pedang yang begitu indah tampaknya sebetulnya mengandung jurus maut yang tidak mudah dilawan. Dengan bukti kehebatan gadis ini makin tunduklah mereka akan kelihaian dan nama besar Pat-jiu Sin-ong.

Lu Sian sengaja mainkan Hwa-kiamhoat (Ilmu Pedang Kembang) yang indah untuk memamerkan kepandaian dan kecantikannya. Ia bersilat sampai lima puluh jurus dan ketika berhenti di tengah panggung sambil berdiri tegak, ia tampak gagah dan cantik jelita, dengan sepasang pipi kemerahan karena denyut darahnya agak kencang setelah bersilat tadi.

Bibirnya tersenyum-senyum, matanya yang tajam berseri-seri menyambut tepuk tangan yang seakan-akan hendak merobohkan panggung buatan itu. Akan tetapi begitu Lu Sian kembali duduk di tempatnya, berkelebatlah bayangan orang dan seorang laki-laki berusia lima puluh tahun sudah berdiri di atas panggung.

Gerakannya yang demikian ringan dan cepatnya menandakan bahwa ia seorang yang berkepandaian tinggi, sedangkan pakaian dan cara ia menggelung rambut ke atas menyatakan bahwa ia seorang pendekar To atau yang disebut tosu. Di punggungnya tergantung sebuah pedang.

Tosu ini terdengar lantang suaranya setelah keadaan tadi kembali sunyi karena terhentinya tepuk tangan. Sambil menjura ke arah Pat-jiu Sin-ong, tosu itu berkata, "Kauwcu (Ketua Agama), pinto (aku) Ang Sin Tojin dari Kn-lun-pai, merasa kagum akan kebesaran nama Pat-jiu Sin-ong, dan sengaja pinto diutus oleh ketua kami memberi selamat. Akan tetapi tidak nyana bahwa Kawcu dengan puteri Kauwcu menimbulkan hal-hal yang tidak baik! Kauwcu memamerkan kepandaian dan kecantikan puteri Kauwcu, ada kabar hendak menggunakan kesempatan ini mencarikan jodoh bagi puteri Kauwcu. Hal ini sudah sewajarnya. Aka tetapi mengapa banyak pemuda tidak berdosa yang tergila-gila kepada puteri Kawcu menemui kematian yang penuh penasaran?"

"Sekarang, Kauwcu tidak menyelidiki dan membikin terang perkara itu, malah Kauwcu menambah pengaruh agar para pemuda makin tergila-gila. Apakah sesungguhnya kecantikan yang gilang-gemilang seperti puteri Kauwcu? Kecantikan hanyalah timbul dari kelemahan batin melalui pandang mata, sesungguhnya palsu adanya. Kecantikan hanya terbatas sampai di kulit, namun siapa tahu isi hati yang tersembunyi di balik kecantikan. Pat-jiu Sin-ong, Pinto kehilangan seorang anak murid Kun-lun yang terbunuh secara tidak wajar, terpaksa mohon penjelasan?"

Seketika tegang keadaan di situ. Terang bahwa tosu ini menuntut kematian muridnya, dan sekaligus mencela keadaan Beng-kauw dengan adanya kematian tujuh orang pemuda dan mencela pula pameran kecantikan dan kepandaian Liu Lu Sian! Keadaan seketika menjadi sunyi karena semua orang menanti dengan hati berdebar.

"Pinto terpaksa menuntut balas atas kematian murid, dan melupakan kebodohan, minta pelajaran dari Beng-Kauwcu Pat-jiu Sin-ong!" Dengan tegak berdiri, Tosu itu siap menghadapi pertandingan.

"Tosu sombong, berani kau menghina ketua kami?" Tiba-tiba Ma Thai Kun yang bertubuh jangkung kurus sudah melompat ke atas panggung, tangannya begerak memukul ke arah Ang Sin Tojin. Gerakan Ma Thai Kun cepat sekali sehingga kejadian yang tak tersangka-sangka itu tidak dapat ditunda lagi. Pukulannya hebat, mengeluarkan angin bersiutan dan menuju ke arah dada tosu kun-lun-pai itu.

Ang Sin Tojin adalah murid kedua dari Ketua Kun-lun-pai, Kim Gan Sian jin, tentu saja ilmu kepandaiannya sudah amat tinggi dan karena itu pula ia tadi berani mengeluarkan tantangan terhadap ketua Beng-kauw. Kini melihat seorang tinggi kurus bermuka hitam telah berada di depannya dan mengirim pukulan maut, ia pun cepat menggerakkan tangannya menangkis, sambil mengarahkan Sin-kang (tenaga sakti).

"Dukkkkk!" Dua tangan mengandung tenaga sakti. Ma Thai Kun masih berdiri setengah membungkuk, tubuhnya tidak bergoyang. Akan tetapi akibat benturan kedua lengan itu membuat Ang-sin to jin terhuyung-huyung ke belakang sampai lima langkah.

Diam-diam tosu Kun-lun-pai ini terkejut bukan main. Harus diakui tenaga sakti Si Muka Hitam ini hebat sekali, sungguhpun tidak sampai menyebabkan ia terluka parah, namun cukup menggempur kuda-kudanya dan membuat ia terhuyung-huyung.

"Ji-sute (Adik Seperguruan ke Dua), mundurlah! Siapa yang mencari perkara dengan aku dan anakku, biarlah aku menghadapinya sendiri!" Pat-jiu Sin-ong menegur adiknya. Ma Thai Kun mendengus marah, lalu mengundurkan diri.

"Ang Sin Tojin, apakah kau masih tidak mau menarik kembali tuntutanmu?"

“Seorang laki-laki sekali bicara dipegang sampai mati!" jawab tosu itu dengan suara ketus.

"Ah, ah, benar-benar tosu Kun-lun-pai keras kepala. Eh, tosu mentah, kau tadi bilang kecantikan puteriku sebatas kulit. Apa artinya?"

"Pinto mengakui bahwa puteri Kauwcu cantik jelita dan pandai. Akan tetapi semua itu hanya sampai dikulit, hanya akibat pandangan mata lahir. Mata batin takkan dapat ditipu dan takkan silau oleh kecantikkan. Mata batin mencari sampai kedalam batin pula, mencari kebenaran yang suka tertutup oleh kepalsuan."

Merah muka Pat-jiu Sin-ong, akan tetapi mulutnya masih tersenyum. "Anakku memang cantik, ini semua orang tahu. Kalau mata melihatnya tidak cantik sekalipun, yang salah bukan dia, melainkan matanya! Tosu mentah, lekas kau pulang ke Kun-lun-san, jangan mencari keributan disini."

Sambil tersenyum Pat-jiu Sin-ong berdiri dari bangkunya, akan tetapi tidak mendekati Ang Sin To Jin. Sambil bertolak pinggang ketua Beng-Kauw yang tinggi besar ini bertanya, "Tosu, Kau ini apanya Ang Kun To Jin ?"

"Beliau adalah Suhengku dan Pinto hanyalah murid kedua dari suhu."

Pat Jiu Sin Ong tiba-tiba tertawa sambil menengadahkan mukanya ke atas. "Heh, Tosu mentah! Kau kira kematian bocah-bocah tolol itu adalah perbuatanku atau perbuatan anakku?"

"Pinto tak berani menuduh siapapun juga, akan tetapi setidaknya peristiwa maut itu terjadi karena Kauwcu berhasrat memilih mantu karena kecantikan putrimu dan tentu dilakukan oleh seorang dari Beng-kauw! Karena itu ketuanya harus bertanggung jawab!"

"Ha-ha, bertanggung jawab bagaimana?"

"Kauwcu harus dapat menangkap pembunuh itu dan menghukumnya mati di depan kami semua. Kemudian Kauwcu lakukan pemilihan calon mantu yang tepat dan tidak banyak menimbulkan korban, pilihlah mantu yang cocok dan karena ini urusan Kauwcu, terserah, asal tidak secara sekarang ini yang membikin gila banyak orang muda tak berdosa."

"Wah, lagaknya! Kalau aku tidak menuruti permintaanmu itu, bagaimana?"

"Hmmmmm, kalau begitu, berarti Kauwcu tidak peduli akan kematian murid Kun-lun-pai yang menjadi tamu di sini, dan hal itu tentu saja Pinto tidak dapat tinggal diam saja?"

"Habis, kau mau apa, Tosu mentah?"

Bersambung Jilid ke-3

About this entry

Fallow me

 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2009