Suling Emas Jilid 91

Pat-jiu Sin-ong mengerutkan alisnya yang tebal dan sudah bercampur warna putih. "Hemm, selama hidup Kwee Seng tak pernah mau kalah terhadap aku. Apakah setelah ia mati ia menyuruh muridnya melanjutkan wataknya yang keras kepala itu? Heh, orang muda, kau terima ini!" Tangan kanan Pat-jiu Sin-ong meraih cangkir arak di atas meja lalu ia melontarkan cawan itu ke atas. Cawan arak itu berputaran di atas, lalu meluncur turun ke arah Suling Emas!

Suling Emas cukup waspada dan ia maklum bahwa penyerang yang seluruhnya mengandalkan sin-kang ini amatlah hebat. Biarpun kakek ini adalah ayah dari ibunya, namun ia pun harus menjaga nama besar gurunya. Dibandingkan dengan kakeknya ini, agaknya gurunya jauh lebih berjasa dan lebih baik terhadapnya. Ia pun cepat memasang kuda-kuda, mengerahkan sin-kang dan mendorongkan kedua tangannya ke depan,

menyambut cawan itu. Cawan yang meluncur dan berada dalam jarak tengah-tengah antara kedua orang itu, kini terhenti di udara, tertahan oleh hawa pukulan tangan Suling Emas. Mereka masing-masing mengerahkan tenaga, Pat-jiu Sin-ong dengan lengan kanan lurus ke depan, sedangkan Suling Emas dengan kedua tangan lurus ke depan pula, mempertahankan diri.

Liu Mo, Kauw Bian Cinjin, dan Liu Hwee memandang penuh perhatian dan kekhawatiran. Mereka sudah maklum akan kehebatan tenaga Ketua Beng-kauw itu, dan setelah tahu bahwa orang muda ini bukan musuh, mengapa harus dicelakakan? Akan tetapi alangkah heran dan kagum hati mereka ketika cawan itu sama sekali tidak dapat maju lagi sejengkalpun juga, tetap tergantung di udara, tidak maju tidak mundur.

"Prakkk!" Tiba-tiba cawan itu hancur berkeping-keping dan Suling Emas melangkah mundur tiga langkah dengan napas agak terengah. Adapun Pat-jiu Sin-ong dengan muka penuh keringat tertawa bergelak, lalu menampar meja sehingga terdengar suara keras.

"Kwee Seng! Sungguh engkau keras kepala! Engkau telah menurunkan semua ilmumu kepada bocah ini, agaknya untuk membuktikan bahwa kau masih belum juga mau kalah terhadap aku! Ah, setan keras kepala. Kalau saja kau dahulu mau menjadi mantuku, tentu kau belum mampus sekarang dan aku tidak akan begini kesepian! Kwee Seng….Lu Sian…kalian mengecewakan hatiku!" Kakek itu menutup muka dengan kedua tangannya dan dengan muka pucat Suling Emas melihat betapa dari celah-celah jari tangan itu mengalir air mata! Pat-jiu Sin-ong menangis! Pat-jiu Sin-ong menyesal mengapa ibunya, Liu Lu Sian dahulu tidak menjadi istreri suhunya! Suling Emas tak dapat menahan keharuan hatinya dan ia maju berlutut di depan kedua kaki Pat-Jiu Sin-ong lalu berkata,

"Kong-kong, aku adalah cucumu…, aku adalah Kam Bu Song…putera tunggal ibu Liu Lu Sian…"

Pat-jiu Sin-ong perlahan-lahan menurunkan kedua tangannya. Matanya terbelalak memandang wajah Suling Emas yang menengadah, lalu perlahan-lahan kedua tangannya bergerak ke depan, menangkap wajah itu di antara kedua tangannya, bibirnya bergerak-gerak dan berbisik, "Kau …kau puteranya..? Benar! Ini…ini matanya, mulutnya…! Kau…cucuku….!"

"Kong-kong…!" Bu Song menahan air matanya dan dengan singkat ia menceritakan kedaan orang tuanya dan betapa semnejak kecil ia telah hidup seorang diri sehingga akhirnya menjadi murid Kim-mo Taisu. Mendengar penuturan itu, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan lalu merangkulnya, kemudian menarik bangun Suling Emas, menepuk-nepuk pundaknya dengan penuh kebanggaan.

"Wah, kau benar hebat! Kau cucuku! Ha-ha-ha, tidak kecewa aku mempunyai cucu seperti ini! Terima kasih, Kwee Seng! Ha-ha-ha!"

Suling Emas sebagai orang muda yang tahu sopan santun dan aturan, segera menghadap Liu Mo dan berlutut pula. "Mohon semua kelakuan saya yang lancang tadi diampuni."

Liu Mo mengangkatnya, juga Kauw Bian Cinjin. Kedua orang tua ini tertawa pula bergelak saking gembira hati mereka. Kemudian kwee seng menjura ke arah Liu Hwee dan berkata,

"Mohon Bibi juga sudi memberi ampun kepadaku."

Muka yang cantik itu seketika menjadi merah sekali. Akan tetapi dasar Liu Hwee berwatak riang, ia tertawa dan pura-pura marah, "Wah, mana bisa aku mendadak mempunyai seorang keponakan yang begini besar? Hayo, kau keponakan yang nakal, kau harus berlutut tujuh kalu di depan bibimu, baru aku suka memberi ampun!"

Suling Emas bingung, akhirnya ia benar-benar hendak berlutut tujuh kali di depan bibinya yang galak, akan tetapi Liu Mo mencegah dan kakek ini membentak anaknya,

"Hwee-ji (anah Hwee), jangan main gila!" Semua orang lalu tertawa.

"Satu hal saya mohon kepada Kong-kong, kedua Paman Kakek dan Bibi, yaitu saya ingin tinggal menjadi Suling Emas. Saya sudah menghapus nama Bu Song dari dalam hati dan ingatan. Biarlah saya tinggal disebut Suling Emas dan jangan ada yang mengetahui asal-usul saya."

Pat-jiu Sin-ong Liu Gan mengerutkan kening dan menatap tajam wajah cucunya, kemudian ia menarik napas panjang. "Semuda ini sudah sepahit itu. Agaknya dosa-dosa orang tua menimpa kepadamu. Baiklah, Suling Emas."

Semenjak hari itu, Suling Emas hidup berkumpul dengan keluarga ibunya. Kakeknya amat sayang kepadanya, juga Liu Mo, Kauw Bian Cinjin, dan Liu Hwee. Kakeknya yang amat sayang kepadanya, menurunkan pula ilmu-ilmu kesaktian yang tinggi kepadanya sehingga selama tinggal di Nan-cao, Suling Emas menjadi makin matang dan makin sakti.

Akan tetapi ia tidak pula melupakan Kerajaan Sung. Seringkali dalam perantauannya, ia singgah di kerajaan ini, memasuki istana dan langsung memasuki perpustakaan untuk memuaskan nafsunya membaca kitab-kitab kuno. Ia menjaga sedemikian rupa agar ia jangan sampai bertemu dengan bekas kekasihnya, yaitu Suma Ceng. Kalau tidak tekun membaca kitab sampai berbulan-bulan di dalam gedung perpustakaan Kerajaan Sung, tentu Suling Emas mengembara dan selalu menurunkan perbuatan gagah perkasa, membela mereka yang tertindas, menghajar mereka yang sewenang-wenang, berdasarkan kebenaran dan keadilan. NamaSuling Emas menjadi makin terkenal di segenap penjuru. Hanya satu hal yang masih mengecewakan hati yang mulai terhibur oleh pelaksanaan tugas sebagai pendekar budiman itu, yakni bahwa selama itu belum juga ia tahu akan keadaan ibu kandungnya!

Bersama berkembangnya nama Suling Emas sebagai pendekar budiman yang sakti, di dunia kang-ouw muncul nama enam orang manusia iblis yang sakti dan buas, sehingga mereka itu diberi julukan Thian-te Liok-koai (Enam Iblis Dunia). Mereka itu adalah It-gan Kai-ong seorang jembel tua bermata satu yang bukan lain adalah Pouw Kee Lui atau Pouw-kai-ong, ke dua adalah Siang-mou Sin-ni, seorang wanita cantik jelita berambut panjang yang bukan lain adalah Coa Kim Bwee selir Kaisar Hou-han, ke tiga adalah Hek-giam-lo si tokoh Khitan yang bukan lain adalah Bayisan. Ke empat adalah Cui-beng-kui Si Setan Pengejar Roh yang dahulunya adalah Ma Thai Kun, sute dari Pat-jiu Sin-ong. Ke lima dan ke enam adalah Toat-beng Koai-jin yang dahulunya bernama Bhe Kiu dan Tok-sim Lo-tong yang dahulunya bernama Bhe Ciu, dua orang murid Kong Lo Sengjin.

Sampai di sini selesailah cerita Suling Emas ini dan bagi pembaca yang sudah membaca ceritaCinta Bernoda Darah tentu teleh berjumpa pula dengan Suling Emas yang menjadi lawan ke enam manusia iblis itu. Pengarang menutup cerita ini dengan harapan semoga pembaca puas dengan cerita Suling Emas.
Tamat

About this entry

Fallow me

 

About me | Author Contact | Powered By Blogspot | © Copyright  2009